Sabtu, 15 Januari 2011

Cangkringan - Setelah Erupsi

Sleman - Hadiah akhir tahun bagi warga Sleman dan semua masyarakat lereng Merapi adalah penurunan status gunung teraktif didiunia ini menjadi kondisi aman. Tapi turunnya status tersebut belum menyelesaikan masalah, bagi mereka. Efek dari paska erupsi masih sangat dirasakan.
Tidak ada yang tersisa di sepanjang bantaran sungai Gendol, daerah Cangkringan. Hanya batuan-batuan besar guguran dari atas, serta tanah yang masih panas. Kepulan asap berbau belerang pekat masih keluar dari sela-sela lubang tanah. bahakn rumah pun porak-poranda diterjang kuatnya guguran lava Merapi.




Tidak banyak memang yang tersisa. Ada pun tersisa, hanya seciul puing rumah yang bila disandari pun akan roboh. Atau akar bambu yang hangus dan kehilangan seluruh bagian atasnya. Mau apa mereka sekarang?
Rumah pun telah musnah, harta terimbas juga. Bahkan mereka punya uangpun, tak kan mampu membangun rumah disitu lagi. Kontur tanah yang lebih lembek, dan sepenuhnya materi pasir.
Yang bisa mereka lakukan hanya pasrah, selain mandiri mengembalikan kepercayaan diri mereka bahwa dunia masih luas dan baik hati. Menunggu adanya uluran tangan dari mukjizat yang sebenarnya tidak bagus dijadikan pegangan. Ya, kembali pasrah dan percaya pada diri sendiri.


Berdiri tegang menantang. Ini yang tergambar dari pohon tersebut. Tepat ditepi Gendol, dan sendirian. Tersisa tanag utama serta ranting-ranting dahan diatasnya, seperti meranggas. Tapi ia mencoba untuk bertahan dari terjangan wedhus balap ( wedhus gembel yang cepat - red istilah kami para warta foto). Kalau diibaratkan ia adalah seorang manusia, betapa malangnya. Hanya ia yang tersisa,sedangkan kawanannya telah hangus tak berbekas. Tapi ia tetap berjuang untuk kembali bereproduksi untuk mempertahankan kawanannya dari kepunahan di Cangkringan.
Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Hanya menunggu waktu buah dari perjuangan tresebut. Saatnya kita menunggu pohon tersebut berkembang biak dan kembali menghijaukan bantaran sungai Gendol sepanjang puluhan kilometer.
Tidak banyak harapan, hanya ingin tetap eksis di kaki gunung murka ini. Serta menjadi saksi bisu keganasan Merapi selama lebih dari 2 bulan.




Kembali saya katakan, tidak banyak yang tersisa. Bahkan pohon setinggi 12 meter pun tumbang tak tertahan.
Saatnya kita percaya pada ilmu pengetahuan. Bukan berarti melupakan adat. Tradisi merupakan kewajiban yang harus dijalankan. Tapi ilmu pengetahuan lah yang mampu menjelaskan semuanya. Sekian banyak yang terselamatkan adalah sumbangan ilmu pengetahuan melalui mbah Surono.
Diharapkan kedepannya seluruh masyarakat mengikuti himbauan yang berwenang. Jangan hanya berpegang pada adat yang mengatakan akan selamat. Tidak ada salahnya menyiapkan diri sebelum terlambat. Menggabungkan adat tradisional dengan ilmu pengetahuan modern. Hasilnya adalah keseimbangan alam yang damai dalam masyarakat.




Oleh : Damian Risandra
Foto : Damian Risandra