Minggu, 13 Juni 2010

Captain Jack - Penghianat



Hidupku Rusak Pikiran teracak
Tak satupun darikku disisakan
Hanya datang dan pergi semuanya palsu
Apalagi yg kan kau ambil dariku

*
Telah kuberikan semua yg ku punya..
Telah habis waktuku untuk mereka


Reff :
Pengkhianat tak pernah perduli
Pengkhianat kan selalu kembali dan kembali
Memohon, berjanji bahwa mereka akan berubah

Pengkhianat slalu ada disini
Bersembunyi diantara percaya dan simpati
Dan mreka kan pergi tanpa ada rasa bersalah

Otakku beku, logikaku mati
Mreka trus bisa mengammbilku kembali
Di tempat yang sama, kejadian serupa
Dimana sejarah buruk terulang lagi

back to *

Selasa, 01 Juni 2010

Jangan ngaku pernah ke Jogja kalo belum merasakan Mie Ayam Nusantara


Tinggal di Krapyak Wetan bersama istri dan ketiga anaknya, lahir saat tanggal 3 MAret tahun 1963. Ia biasa dipanggil dengan Benny, sedangkan nama lengkapnya adalah Benny Saputro. Lahir di Bandung, dan besar dengan nasib yang dibilangnya tidak bersahabat.

Ia lahir dari keluarga yang broken home. Ayahnya pergi sejak ia kecil, dan ibunya tidak mampu menghidupinya sendirian. Sehingga memaksa untuk mengirim Benny ke neneknya di Jogja. Sejak saat itu Benny menetap di Jogja. Pernah sekali mencari ayahnya, dan ketemu. Beliau telah menjadi seorang letkol, dan mempunyai seorang istri baru. Tapi Benny tetap memanggilnya “ayah”.

Karena keterbatasan dana, Benny mewajibkan dirinya untuk bekerja membantu neneknya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hingga ia kuliah, saat itu di APPI Yogyakarta, ia pun masih bekerja sambilan. Macam-macam pekerjaan telah ia jalani. Dari mulai pencuci piring, hingga buruh bangunan. “Selama itu halal mas, pasti saya mau kerja disitu”,tutur Benny.

Lulus kuliah, Benny sempat menganggur untuk beberapa waktu. Menyadari keadaannya sangat tidak baik, ia memutuskan untuk mempertaruhkan nasibnya di ibu kota metropolitan bersama temannya. Disana dia berjualan jamu keliling. Dari terminal ke terminal, dari sudut jalan ke sudut jalan lainnya. Temiminal Pulogadung sudah biasa ia tongkrongi. Sampai-sampai Benny sangat terbiasa dengan preman kampugn di terminal.

“Saya lama-lama merasa bersalah mas, dengan berjualan jamu ini”, jujur Benny atas hasil jamunya. Ia menjual jamu yang sudah dicampuri obat kimia. Tentu saja yang meminum jamunya akan sembuh. Dandengan segala trik ia dan temannya berusaha menarik pembeli dan membuat mereka percaya pada khasiat jamu ramuan mereka. Dengan menaku-nakuti kematian, otomatis orang akan mencoba jamunya.

Tadi, merasa cukup menipu orang akhirnya Benny berhenti dan memutuskan kembali ke Jogja. Tapi sesampainya di Jogja, ia kembali beberapa waktu menganggur. Ia melhat ada lowongan pekerjaan, dan ia mencoba mendaftar. Ia diterima sebagai sopir di sebuah studio foto. “Apapun selama halal saya lakukan mas”.

Di pekerjaan itu, Benny percaya sopir hanya sebuah batu loncatan dari karir besarnya. Ia percaya bahwa suatu saat ia bisa memiliki skil memotret. Selama perjalanan sopirnya itu, ternyata fotografer milik studio ia bekerja terkadang mau berbagi ilmu foto dengannya. Hingga akhirnya ia diangkat menjadi fotografer disana.

“Waktu dulu saya pernah menyopiri ke sebuah manten. Ee lha kok ternyata depan rumah itu adalah rumah cewek yang saya sir (naksir). Ya saya malu sembunyi-sembunyi, pura-pura saya jadi ofotografernya. Dan ternyata lagi, cewek itu sekarang jadi ibunya anak-anak saya”, kenang Benny.

Jadi fotografer tidak membuat ia merasa puas dengan karirnya. Ia memutuskan untuk keluar dan mendirikan studio sendiri. Berjalan cukup lama, dan dirasa bisa menutup kebutuhan harian keluarga angkatnya. Walau pada akhirnya studio itu ia tinggalkan dan diberikan sepenuhnya untuk ayah angkatnya..

Lepas dari sudio foto, Benny dan temannya memiliki rencana besar mendirikan sebuah hotel. Akhirna berdirilah dengan nama Hotel Kencana Duta, yang saat itu megah di jl.Ireda, Gondomanan. Tapi nasib sial menghampiri. Hotel itu hanya dua tahun berjalan. Dan akhirnya ia tinggalkan juga usaha perhotelan.

Pernah orang yang hobi sulap ini bekerja di sebuah perusahan tando air cap Pinguin, sebagai sales. Dia menawarkan dari rumah ke rumah, dari toko besi ke toko besi lainnya. Dan pekerjaan itu juga dirasa kurang menjanjikan bagi Benny sang pesulap. Akhirnya memutuskan untuk berhenti.

Dari sana ia direkrut oleh restoran Pring Sewu. Ia ditempatkan sebagai manajer pemasaran. Ia membuat banyak terobosan disana. Yang awalnya hanya memiliki 15 karyawan, dibuat menjadi 50 karyawan, dan akhirnya mencapai 100 karyawan. Yang awalnya lebih banyak sepinya, dibuatnya hingga parkiran pun tidak mampu menapung pengunjung.

Ia percaya bahwa pelanggan itu butuh mendapat perhatian. Oleh karena itu ia selalu mengajak ngobrol konsumennya. Terkadang ia memperlihatkan kehebatan hobinya, sulap. Dengan begitu konsumen merasa nyaman di temat itu.

Mie Nusantara

Ditengah jalan terfikir bahwa selama ini ia ikut orang, bagaimana bila ia sendiri yang membuka lapangan kerja? Dengan kemampuan dan pengalamannya selama ia melanglang buana, ia memberanikan diri untuk membuka usaha mie ayam. Ia namakan Mie Ayam Nusantara.

Pada awalnya ia hanya memiliki 5 gerobak mie. Karena selalu ia kembangkan, gerobaknya telah mencapai 12 buah. Disebar di seputar Yogyakarta dan sekitarnya. “Saya percaya selama saya menyajikan sesuatu yang berbeda, pasti saya menjadi pertimbangan walaupun sedikit. Lalu ditambah dengan spesialisasi kita”, ujarnya.

Ada seorang kaya yang ternyata penikmat setia mie ayam Benny. Setiap ia berada di Jogja, selalu mencari mie ayam Nusantara. Menjadi penikmat setia mie ayamnya, rang tersebut mengajak Benny untuk mengembangkan usahanya jauh lebir besar. Merekomendasikan untuk mendirikan stand mie ayam di Malioboro mall.

Tahun pertama tidak membuat nasibnya jauh lebih baik. Stand nya selalu sepi pengunjung. Berbagai cara telah ia coba. Seperti membuat voucher gratis minum setiap pembelian mie ayam. Membuat event di depan standnya untuk menarik perhatian pengunjung mall.

Cara terakhir ia lakukan adalah mengedarkan mie aya tersebut door to door. Ia merekrut beberapa orang sebagai salesnya. Ia mentraining anak buahnya berdasar pengalamannya di Pinguin. Mereka diberi tips dan trik penjualan kepada masyarakat. Dan dibawakan voucher gratis minum di setiap pembelian mie ayam yang mereka jual.

“saya menarik 12 mahasiswa yang mau bekerja. Sebelumnya saya mentraining mereka. Setelah siap dilepas, mereka saya modali dengan daftar menu, foto-foto menu, dan welcome drink. Welcome drink ini berlaku seumur hidup, selama Mie Ayam Nusantara masih buka”, canda Benny.

Dengan kedua tangan di saku celana dan berdiri sedikit condong, Benny mulai menceritakan keberasilannya. Strategi marketing pintu ke pintu ternyata membuahkan hasil. Semakin lama pengunjungnya semakin banyak. Hingga akhirnya ia terpaksa menambah seats menjadi 60 kursi. Lama-kelamaan 60 kursi pun tidak cukup menampung semua pengunjung. Hingga masih ada yang mengantri.

Untuk menghibur pengunjung yang sedang menikmati mie atau pun yang menunggu antrian, Benny menunjukan kebolehannya sebagai pesulap. Seperti yang ia tuturkan, pengunjung perlu adanya sentuhan dari pemilik, diajak ngobrol agar mereka merasa nyaman.

“Pengunjung saat itu bisa mencapai 600 orang tiap harinya. Omset laba saya 45 hingga 60 juta tiap bulannya, dengan harga mie 3.500 tiap mangkuknya. Benar-benar saat yang penuh berkah bagi saya dan para karyawan,” kenang Beni.

Untuk menambah tempat duduk lagi bukan pilihan Benny. Ia menginginkan untuk membuka sebuah cabang. Mulai dari Alpha, took Ramai, dan Indogrosir telah ia survey. “ saya merasa tidak cocok ditempat itu. Kebiasan konsumen biasanya langsung pulang setelah berbelanja”, jelas Benny.

Akhirnya keputusan jatuh di Galeria Mall, yang waktu itu masih awal-awal berdiri. Tahun 2000 ia dirikan cabang pertama Mie Ayam Nusantara. Tidak perlu menunggu lama, cukup enam bulan Benny sudah tutup modal, break even point. Desas-desus mengatakan bahawa Galeria akan tutup karena rugi dan dijadikan museum. “ Sya tidak setuju dengan gossip itu. Nyatanya pengunjung kami selalu naik kok. Dan benar, kami semakin laris dan Galeria Mall hingga sekarang masih eksis”.

Kegagalan

Tidak selamanya Benny sukses mengembangkan usahanya itu. Tahun 2006 ia memberanikan diri membuka cabang di Plasa Ambarukmo. Tapi ternyata tidak sesuai harapan nya. “hingga kini kami masih rugi. Dan kami rencana akan menutup cabang disana, menuggu masa kontrak habis tahun ini”, ungkap Benny.

Bagi sebagian orang nasig buruk di awal hidup merupakan akhir dari segalanya. Tapi nyatanya berbeda dengan Benny yang sejak kecil sudah terpontang-panting nasib keberadaannya. Tapi itu memicu dia untuk tetap bisa eksis di dunia ini. Selalu berusaha mendapatkan yang terbaik. Segala usaha ia perjuangakn demi kehidupan yang lebih baik dari hari sebelumnya.

Kegigihannya menuai hasil yang mengembirakan. Hingga ia berani dan nyata membuat slogan bagi mie kebanggaannya, “Jangan ngaku pernah ke Jogja kalo belum merasakan Mie Ayam Nusantara”


Oleh : Damian Risandra
Picture :
http://photos-p.friendster.com/photos/72/96/47516927/1_330660568l.jpg